Kerusuhan Mei 1998, Harga Yang Harus Dibayar Oleh Etnis Tionghoa
Di bulan Mei ini adalah hari-hari bersejarah yang kelam bagi etnis TIONGHOA di Indonesia akibat kasus KERUSUHAN 13-15 Mei 1998 di Jakarta.
Seperti yang kita ketahui bersama, etnis Tionghoa menjadi korban utama
kekerasan yang terjadi pada peristiwa itu, dimana ketika rumah, toko,
perusahaan dan aset milik kaum Tionghoa dibakar dan isinya dijarah;
termasuk pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan terhadap ratusan
wanita etnis Tionghoa kala itu. Seperti dikutip dari situs Wikipedia dan
berbagai media blog/website referensi lain, disimpulkan bahwa Kerusuhan
yang terjadi pada Mei 1998 terjadi awalnya karena :
1. Penembakan terhadap para aktivis mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998
yang mengakibatkan 4 mahasiswa tewas dan puluhan lainnya mengalami
luka-luka akibat melakukan aksi demo Krisis Moneter di Indonesia.
2. Krisis Finansial Asia sehingga menimbulkan kritik kepada pemerintahan waktu itu (Orde Baru).
2. Krisis Finansial Asia sehingga menimbulkan kritik kepada pemerintahan waktu itu (Orde Baru).
Namun ternyata yang paling dirugikan
dari rentetan peristiwa ini sebenarnya adalah etnis Tionghoa yang
sejatinya tidak tahu menahu, bahkan tidak mau ambil pusing soal aksi
demo para mahasiswa ini (yang bermaksud untuk menggoyang pemerintahan
pada waktu itu). Etnis Tionghoa juga sebenarnya tidak mau pusing siapa
yang mengkudeta siapa, atau siapa yang mengerahkan pasukan, dsb. Yang
kita tahu kita hanya ingin hidup aman dan tentram di Negeri ini; tetapi
faktanya justru kita yang “dikorbankan” sebagai tumbal reformasi? Ibarat pribahasa “Gajah sama gajah berjuang, pelanduk mati di tengah-tengah”.
Ya, etnis Tionghoa pada waktu itu benar-benar menjadi korban kerusuhan;
dimana yang seharusnya “berperang” adalah rakyat sipil (diwakili
mahasiswa, juga sebagian provokator*) dan negara (diwakili aparat keamanan), tapi akhirnya menjadi bias.
Jika ditarik lebih jauh lagi maka
sedikit banyak akan menyinggung 2 tokoh elite politik yang saat ini
masih aktif dalam dunia perpolitikan; dimana pada waktu itu
masing-masing memegang posisi tertinggi dalam jajaran militer (memegang
tongkat komando tentara). Anehnya sebagai aparat keamanan (apalagi
tentara yang harusnya lebih keras), mereka seperti terlihat melongo dan
pasrah saja melihat rakyatnya di zolimi seperti itu, serta hanya sibuk
mengawal gedung DPR/MPR. Sampai saat ini, beberapa pertanyaan seputar
tragedi kerusuhan Mei 1998 masih menjadi misteri, diantaranya adalah :
1. Kemana aparat keamanan militer pada
waktu kerusuhan itu (menurut sumber, kerusuhan yang terjadi selama 30
jam, polisi dan tentara sempat menghilang di sejumlah daerah) ?
2. Mengapa sampai terjadi pembiaran (penjarahan dan pembakaran rumah,toko dan perusahaan milik etnis Tionghoa, serta yang paling parah adalah pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan terhadap wanita etnis Tionghoa (disertai pengrusakan alat kelamin dan bagian tubuh lainnya, dimutilasi, bahkan dibakar hidup-hidup), yang mengakibatkan gangguan psikis (gangguan kejiwaan) yang sangat luar biasa bagi para korban hingga saat ini; bahkan banyak yang berujung pada aksi bunuh diri atas rasa keputus asaan?
3. Siapa yang menggerakkan massa (melakukan provokasi) yang menyebabkan kerusuhan SERENTAK di beberapa kota besar Indonesia (diantaranya Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dsb) ?
2. Mengapa sampai terjadi pembiaran (penjarahan dan pembakaran rumah,toko dan perusahaan milik etnis Tionghoa, serta yang paling parah adalah pemerkosaan, penganiayaan dan pelecehan terhadap wanita etnis Tionghoa (disertai pengrusakan alat kelamin dan bagian tubuh lainnya, dimutilasi, bahkan dibakar hidup-hidup), yang mengakibatkan gangguan psikis (gangguan kejiwaan) yang sangat luar biasa bagi para korban hingga saat ini; bahkan banyak yang berujung pada aksi bunuh diri atas rasa keputus asaan?
3. Siapa yang menggerakkan massa (melakukan provokasi) yang menyebabkan kerusuhan SERENTAK di beberapa kota besar Indonesia (diantaranya Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, dsb) ?
Akibat kasus ini, banyak Negara yang pada waktu itu ikut mengecam keras Pemerintahan Indonesia yang dianggap gagal dalam melindungi warga negaranya,
diantaranya negara Singapura, Taiwan, Amerika Serikat, Malaysia dan
Thailand. Berikut beberapa aksi simpatik Negara-Negara tersebut :
1. Pemerintah Singapura >>
Menyatakan Bandara Internasional Changi terbuka 1×24 jam dan
sewaktu-waktu siap menerima kedatangan korban kerusuhan.
2. Pemerintah Taiwan >> Menyampaikan protes keras kepada pemerintah Indonesia, bersamaan dengan itu mengirim pesawat penumpang untuk mengangkut para korban kerusuhan.
3. Pemerintah Amerika >> Mengizinkan “permohonan perlindungan” para korban keturunan Tionghoa, bersamaan itu mengirim kapal perangnya ke Indonesia untuk mengangkut sejumlah besar korban kerusuhan.
4. Pemerintah Malaysia >> Meminta Komite HAM PBB menyelidiki peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan bergilir ditengah kerusuhan yang dialami oleh kaum perempuan keturunan Tionghoa di Indonesia, serta menyerahkan hasil penyelidikan kepada Pengadilan Kejahatan Internasional untuk diadili.
2. Pemerintah Taiwan >> Menyampaikan protes keras kepada pemerintah Indonesia, bersamaan dengan itu mengirim pesawat penumpang untuk mengangkut para korban kerusuhan.
3. Pemerintah Amerika >> Mengizinkan “permohonan perlindungan” para korban keturunan Tionghoa, bersamaan itu mengirim kapal perangnya ke Indonesia untuk mengangkut sejumlah besar korban kerusuhan.
4. Pemerintah Malaysia >> Meminta Komite HAM PBB menyelidiki peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan bergilir ditengah kerusuhan yang dialami oleh kaum perempuan keturunan Tionghoa di Indonesia, serta menyerahkan hasil penyelidikan kepada Pengadilan Kejahatan Internasional untuk diadili.
Tetapi sungguh ironis, Pemerintah komunis Republik Rakyat Tiongkok
(China) malah mengambil sikap tidak melaporkan, tidak mengecam dan
tidak mencampuri segala urusan dalam negeri Indonesia. Menurut
pemerintah China pada saat itu mengatakan, orang Tionghoa di Indonesia
telah menjadi Warga Negara Indonesia, maka apa yang terjadi di Indonesia
segalanya adalah urusan dalam negeri Indonesia. Padahal jika dilihat
dari sisi keterikatan emosional dan kedekatan suku bangsa, Negara China
lah yang seharusnya menjadi pembela nomor satu.
Sejumlah masyarakat etnis Tionghoa pada
waktu itu berada dalam situasi keadaan yang genting dan mencekam
dikabarkan pernah mencoba mengadu ke Kedubes China, yang atas dasar
perikemanusiaan memohon bantuan. Namun ditolak mentah-mentah oleh kedubes China dengan alasan yang melapor bukan warga negaranya.
Sudah tentu kabar ini membuat Pemerintahan Orde Baru yang kala itu
sangat ketakutan merasa telah memperoleh dukungan semangat yang kuat,
termasuk para pelaku kerusuhan yang menganggap aksi mereka sebagai suatu
pembenaran.
hal
ini membuat Pemerintahan Soeharto kala itu yang sangat ketakutan merasa
telah memperoleh dukungan semangat yang kuat. – See more at:
http://newsupdate-portal.blogspot.com/2012/10/apa-yang-terjadi-pada-mei-1998-serta_8.html#sthash.xLrv2Dli.dpuf
hal
ini membuat Pemerintahan Soeharto kala itu yang sangat ketakutan merasa
telah memperoleh dukungan semangat yang kuat. – See more at:
http://newsupdate-portal.blogspot.com/2012/10/apa-yang-terjadi-pada-mei-1998-serta_8.html#sthash.xLrv2Dli.dpuf
Atas terjadinya peristiwa tersebut, pemerintah Indonesia yang hanya atas desakan Negara-Negara sahabat akhirnya membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (disingkat TGPF)
yang dibentuk sebagai tim penyelidik untuk mengusut kasus Kerusuhan Mei
1998. Meski begitu, kelanjutan dari kasus ini, seperti siapa
oknum-oknum yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan Mei 1998 ini
masih belum diungkap. Pemerintah selama belasan tahun ini tampaknya
tidak pernah serius dalam menindaklanjuti dengan proses hukum soal
laporan investigasi dari TPGF (menurut informasi kasus ini sudah sampai
tingkat Kejaksaan Agung tapi seperti dipeti es kan), dimana dalam
laporannya, ternyata terdapat lebih dari 1800 orang tewas selama
kekacauan selang tanggal 13-15 Mei 1998! Hal ini jelas bisa memunculkan
spekulasi publik bahwa ini adalah bentuk Operasi Militer terselubung pemerintah kala itu*. Maka itu pemerintah enggan untuk memperpanjang masalah ini.
Sebagai catatan saya tidak mencantumkan
sumber-sumber informasi yang berasal dari blog/web pribadi karena isinya
merupakan pandangan subjektif (masih menjadi asumsi) dengan berbagai
latar kepentingan. Tetapi pembaca dapat melakukan riset sendiri lewat
Google dan berbagai mesin pencarian lain sebagai referensi/masukan
tambahan, terutama dalam arsip foto-foto kekerasan pada etnis Tionghoa pada Mei 1998;
dimana terdapat foto dan kesaksian mengenai bagaimana para pelaku
kerusuhan menganiaya para korban wanita etnis Tionghoa dengan kejam.
Setelah 16 tahun berlalu, akhirnya
Jakarta dipimpin oleh perwakilan etnis minoritas yang pada waktu itu
“dizolimi” oleh etnis mayoritas pribumi, dijadikan tumbal politik demi
reformasi, etnis Tionghoa! Mungkin ini adalah takdir? Tidak ada yang
tahu. Semoga dengan ini bisa membuka langkah kedepannya bagi pihak
pengusut (korban) untuk mencari keadilan di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar